Jika keyakinan kita mantap, semua variebel di alam semesta ini seakan mendukung keyakinan tersebut. Hal-hal rasional seakan tidak berlaku lagi, hukum alam seakan “berhenti”, sebab kita telah bermain dengan dimensi lain.
Mengapa ujiannya seberat itu? Ketika ditelusuri, hal tersebut merupakan ujian keyakinan para calon biksu. Jika selama ini keyakinan mereka hanya ada pada tataran filosofis, tibalah waktunya mereka pun harus diuji pada tataran praktis. Mereka diperintahkan untuk meyakini sesuatu hal yang dapat menyelamatkan mereka dalam kondisi ekstrem. Hal yang diperintahkan guru pembimbing ternyata sangat sederhana, dia hanya meminta agar para calon biksu ini membayangkan bahwa dit tulang ekornya terdapat api yang menyala sehingga para biksu pun bisa merasakan kehangatan.
Apa yang terjadi? Sekitar 50% dari mereka gagal, namun sebagian yang lain berhasil. Yang mengejutkan, di sekitar mereka duduk bersila terdapat semacam lubang berdiameter sekitar satu meter. Salju yang mereka duduki meleleh seperti terkena panas. Aneh bin ajaib, bukannya calon biksu yang membeku, tapi malah saljunya yang meleleh. Api yang menyala di tulang ekor seolah bukan imajinasi, tapi telah menjadi kenyataan.
Apakah ini sihir? Pasti bukan. Kuncinya terletak pada keyakinan atau keimanan. Semakin kuat keyakinan, semakin luar biasa pula efek yang ditimbulkan. Banyak terjadi kejadian “supranatural” di sekitar kita. Beberapa waktu yang lalu, di ITB dilakukan sebuah percobaan yang sedikit aneh. Sebuah bola lampu yang rapuh dijatuhkan ke keramik dari ketinggian tertentu. Apa yang terjadi? Yang hancur ternyata bukan bola lampu, tapi keramiknya. Ada pula percobaan lain, seseorang bisa mematahkan besi denga kertas koran. Padahal yang melakukan bukanlah orang yang memiliki kemampuan bela diri atau sihir. Inti dari semua itu, ada pada apa yang kita yakini dan imani, karena itulah yang akan menjadi kenyataan. Itu pulalah yang disebut dengan kekuatan pikiran.
Melihat fenomena-fenomena tersebut, timbul pertanyaan yang mendasar, yaitu dari manakah datangnya kemampuan semacam itu. Semua yang ada di alam semesta ini-termasuk manusia-memiliki kesamaan, sebab semuanya berasal dari sumber yang sama. Jika matahari bisa menghasilkan panas melalui reaksi fusi, secara prinsip, manusia pun bisa menghaslkan panas. Hal tersebut dikarenakan, bahan baku panas sudaha ada dalam tubuh manusia. Ingin menjadi “matahari” misalnya, itu pun bisa, karena unsure hydrogen dalam tubuh manusia sangat melimpah. Percayalah yang terjadi di matahari itu lebih sederhana, karena matahari hanyaa melibatkan dua proton yang dipersatukan menjadi neutron. Kemudian neutron bertemu satu proton, lalu dipersatukan lagi hingga terlepaslah electron manjadi cahaya.
Artinya, keyakinan atau persepsi yang kuat, bisa membawa kita memasuki sebuah dimensi dimana karakteristik asli dimensi ini tidak berlaku. Bagaiman prosesnya? Hanya Allah Yang Mahatahu. Namun setidaknya, penjelasan berikut bisa memperjelas.
Sesungguhnya, alam semesta ini diatur dan dihubungkan oleh sebuah “mekanisme tunggal”. Salah satu bentuk pengaturannya dapat kita lihat dalam empat gaya dasar yang mengatur keseimbanga dan harmoni alam semesta, yaitu gaya grafitasi, gaya elektromagnet, gaya nuklir lemah, dan gaya nuklir kuat. Mekanisme tunggal ini dapat kita umpamakan sebagai sebuah “computer induk” yang mengatur setiap kejadian di alam semesta, mulai dari yang terkecil hingga yang terbesat, dan yang paling rumit hingga yang paling sederhana.
Alam semesta merupakan sebuah system yang padu dan saling terhubung, sehingga sebuah kejadian kecil di suatu tempat, akan dapat mempengaruhi wilayah alam semesta lainnya, serta bisa diketahui dari posisi mana saja. Inilah yang dinamakan “mekanisme universal” atau “alam bawah sadar”. Stephen Hawking menamainya The Grand Formula atau Rumus Segala Kejadian, sedangkan Al-Qur’an menyebutnya dengan Lauful Mahfuzh atau Kitabin Mubin (Kitab yang Nyata. Misalnya dalam QS Al-An-‘aam [6]:59.
Nah, “komputer induk” (server) ini bisa kita akses oleh otak, karena otak manusia terhubung dengan komputer induk. Otak manusia yang milyaran jumlahnya dapat kita analogikan sebagai komputer kien. Kita dapat mengaksesnya melalui mekanisme alam bawah sadar tadi. Carl Gustav Jung menyebutkan sebagai “ketidaksadaran kolektif”, atau “mekanisme otomatis” (servo mechanism) menurut Maxwell Maltz. Inilah mekanisme di luar kesadaran yang berlaku universal. Mekanisme ini tidak hanya mempengaruhi diri seseorang saja, melainkan dapat mempengaruhi orang lain di sekitarnya. Bahkan, melibatkan berbagai mekanisme alamiah di sekitarnya.
Ketika seseorang meyakini, alam bawah sadarnya akan merekam keyakinan tersebut, walau terlihat “tidak rasional”. Semakin kuat keyakinan, semakin kuat pula rekamannya. Selanjutnya, terjadilah mekanisme otomatis di alam bawah sadar yang mengoordinasikan semua variabel di alam semesta untuk menuju pada keyakinan tersebut. Jika kita mempunyai keyakinan mantap, semua variabel di alam semesta seakan digerakkan untuk mendukung keyakinan tersebut. Hal-hal rasional seakan tidak berlaku lagi, hukum alam seakan “berhenti”, sebab kita telah bermain dengan dimensi lain.
Tidak hanya dimensi nonfisik, dimensi fisik kita pun akan bereaksi. Otal akan memerintahkan semua variabel yang ada dalam tubuh, khususnya para sel, untuk memfokuskan kerjanya demi mendukung keyakinan tersebut. Sel-sel akan melipatgandakan produksi energinya, sehingga tubuh mengeluarkan energi lebih besar dari biasaya. Itulah sebabnya, para calon biksu tadi bisa tahan di udara yang teramat dingin. Api imajinasi yang ada dalam otaknya, seakan mewujud api realitas. Semua komponen semesta, termasuk yang ada dalam tubuhnya, bekerja sama mewujudkan keyakinannya yang mendalam. Tidak berlebihan jika dikatakan, “Kekuatan Iman adalah kekuatan tertinggi”. Wallahu ‘alam.
0 comments:
Posting Komentar